bahasa gen z

Kritik Sosial Tersembunyi dalam Bahasa Gen Z

Di balik kesan santai dan kekiniannya, Bahasa Gen Z seringkali menyimpan suara hati dan kritik sosial yang tajam terhadap tekanan zaman. Kata-kata yang nampaknya sederhana seperti “mager”, “healing”, atau “FOMO” sebenarnya adalah bentuk perlawanan halus terhadap tuntutan produktivitas berlebihan, budaya konsumtif, dan kehidupan yang serba dipamerkan.

Mager” dan “Healing”: Perlawanan Terhadap Budaya Hustle

Istilah “mager” (malas gerak) bukan sekadar pengakuan atas kemalasan biasa. Dalam konteks yang lebih luas, ini adalah bentuk penolakan terhadap narasi “hustle culture” yang mendewakan kesibukan dan produktivitas 24 jam. Dengan berani mengatakan “saya mager”, seorang anak muda sedang menegaskan haknya untuk beristirahat dan menolak untuk terus-menerus terdorong oleh mesin kapitalisme. Demikian pula, “healing” adalah respons terhadap dunia yang membuat mereka “burnout”. Ini adalah pengakuan bahwa jiwa juga butuh diperbaiki, layaknya mesin yang butuh servis.

“FOMO”: Kritik atas Budaya Pamer di Media Sosial

FOMO (Fear Of Missing Out) adalah istilah yang secara langsung mengkritik efek samping dari media sosial. FOMO adalah buah dari kehidupan yang dikurasi dan dipamerkan secara selektif. Dengan menciptakan dan menggunakan kata ini, Bahasa Gen Z secara kolektif mengidentifikasi sebuah penyakit mental modern yang dipicu oleh budaya pamer dan perbandingan sosial yang tidak sehat. Ini adalah cara mereka menyadarkan satu sama lain tentang tekanan tak terlihat yang mereka hadapi setiap hari.

“Receh” dan “Gebetan”: Menjembatani yang Formal dan Informal

Bahasa mereka juga mendemokratisasikan ekspresi. Hal-hal yang dianggap “remeh” atau tidak serius oleh dunia lama, diberi tempat yang sah melalui kata “receh”. Selera humor yang sederhana menjadi sesuatu yang valid. Demikian pula, “gebetan” memberikan ruang untuk membicarakan ketertarikan tanpa beban komitmen formal seperti “pacaran”. Bahasa Gen Z menciptakan ruang aman untuk membicarakan pengalaman yang sebelumnya dianggap terlalu sepele untuk diberi label.

Bahasa yang Memberdayakan

Pada akhirnya, Bahasa Gen Z adalah alat yang memberdayakan. Ia memungkinkan generasi muda untuk mendefinisikan sendiri pengalaman mereka, mengkritik sistem yang menekan, dan membangun solidaritas. Daripada menganggapnya sebagai bahasa yang tidak baku, lebih baik kita melihatnya sebagai sebuah gerakan linguistik yang jujur dan relevan dengan kondisi zaman. Dengan memahami kosa kata mereka, kita mendengarkan suara hati sebuah generasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gen Z Previous post Suara Gen Z Aktivisme Digital yang Menggetarkan Dunia
Next post Spaceman Mendarat di Mana? Bongkar Rahasia di Balik Angka Pengali!